Hakikat Dajjal Sebagaimana Gambaran Al-Qur`an
Gambaran Nabi Muhammad saw. tentang Dajjal dalam hadits
sangat mirip dengan tokoh pendosa dan penjahat yang ada dalam Al-Qur`an.
Contoh kebejatan akhlaq yang digambarkan dalam Al-Qur`an, seperti
kebohongan, ketidakadilan, kezaliman, kekejaman, didorongnya kejahatan
di antara manusia, serta apa yang direkayasa oleh orang kafir untuk
dianggap sebagai akhlaq yang baik dalam rangka memalingkan manusia
dari agama, juga merupakan sifat-sifat utama dari ideologi kafir
Darwinisme.
Orang-orang yang dikatakan Allah sebagai "pendosa"
dalam Al-Qur`an adalah mereka yang menyebar kekacauan dan teror
di dunia, yang merancang berbagai rencana menuju tujuannya, dan
berpihak pada kejahatan. Orang-orang seperti itu menolak mengakui
batas-batas yang telah ditetapkan Allah, menolak untuk hidup dengan
akhlaq agama, dan cenderung pada dosa dan kejahatan. Sebagaimana
difirmankan Allah, "Sesungguhnya, orang-orang yang berdosa berada
dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka," (al-Qamar [54]: 47)
jalan yang telah diambil oleh mereka yang memilih jenis akhlaq ini
adalah jalan yang menyimpang. Berbagai ciri orang-orang yang berbuat
dosa telah dicantumkan dalam Al-Qur`an dan kita telah diperingatkan
untuk waspada terhadap mereka.
"Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang
mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya?
Sesungguhnya, tidaklah beruntung orang-orang yang berbuat dosa."
(Yunus [10]: 17)
"Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat
sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul
mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan
yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah
Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa." (Yunus
[10]: 13)
Jika kita mencamkan kenyataan bahwa salah satu ciri
unik ideologi materialis, seperti komunisme dan fasisme, yang didirikan
atas dasar Dawinisme, adalah penghancur tatanan sosial dan menimbulkan
kekacauan, jelaslah bahwa mereka yang hidup dengan dan berusaha
memajukan sistem ini adalah orang-orang yang berbuat dosa seperti
yang dijelaskan dalam Al-Qur`an. Dalam sebuah ayat, Allah berfirman,
"Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri
penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya
dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdaya melainkan dirinya
sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya." (al-An'aam [6]: 123)
Seperti yang dinyatakan ayat tersebut, orang-orang
ini akan menetapkan rencana demi menyebarkan dan memperkuat kekuatan
mereka. Karena itu, sebuah peperangan pemikiran melawan orang-orang
seperti itu dan terhadap mereka yang berusaha memajukan sistem seperti
itu, merupakan hal yang teramat penting. Kedamaian hanya bisa menggantikan
kejahatan, dan ketenangan menggantikan pertentangan dan kekacauan,
jika kegiatan mereka yang terlibat dalam kejahatan dapat dicegah.
Hal ini pada akhirnya hanya bisa dicapai jika kebusukan dasar paham
orang-orang ini bisa disingkapkan dan kemudian dihancurkan. Hanya
orang-orang beriman yang bisa mengemban tanggung jawab ini, karena
perselisihan yang disebabkan oleh sistem Dajjal tidak akan pernah
bisa memengaruhi orang-orang yang sungguh-sungguh beriman. Orang
beriman adalah mereka yang dengan tegas menolak untuk menganut akhlaq
orang-orang yang berbuat dosa, atau membiarkan diri mereka ternoda
meski hanya sepercik darinya. Demikianlah Allah mengungkapkan tanggung
jawab untuk mencegah kejahatan yang harus diemban oleh orang-orang
yang beriman,
"Maka mengapa tidak ada pada umat-umat sebelum
kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan, yang melarang (mengerjakan)
kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara mereka.
Dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah
yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa."
(Huud [11]: 116)
Bagaimana Dajjal Dibangun atas Dasar Pemuasan Nafsu
Salah
satu ciri terpenting dari orang-orang yang berbuat dosa adalah telah
dikelabuinya mereka oleh nafsu dan hasrat mereka sendiri, bukannya
dituntun oleh akhlaq Al-Qur`an. Padahal, dengan membiarkan dirinya
dikuasai oleh hawa nafsu, seseorang akan tersesat dalam sebuah mimpi
buruk yang mengerikan. Jika seseorang mulai berperilaku sesuai dengan
naluri rendahnya, hal itu akan mengarah pada kekacauan mental dan
hilangnya kendali diri. Bukannya kedamaian hati dan ketenangan yang
datang dengan mendengarkan suara nurani, melainkan ketidakamanan,
kegelisahan, kekuatiran, dan ketidakpuasan. Seperti yang difirmankan
Allah dalam sebuah ayat dalam Al-Qur`an, "...
Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku...," (Yusuf [12]:
53) naluri rendah terus-menerus mendorong orang ke arah kejahatan.
Ia senantiasa mendorong kecemburuan, iri, kemarahan, kebencian,
ketidakpekaan, kekejaman, tidak hormat, tidak bertanggung jawab,
dan berbagai bentuk akhlaq buruk lainnya. Walaupun demikian, seorang
yang beriman, yang mendengarkan suara nuraninya, bukan nafsu rendahnya,
akan menundukkan hawa nafsunya dan menunjukkan akhlaq yang terpuji
dan sepatutnya. Hal itu karena dalam Al-Qur`an, Allah memerintahkan
manusia untuk menghindari kejahatan nafsu rendahnya, sebuah perintah
yang harus ditaati dengan menjadikan diri kita pribadi yang memiliki
nurani. Dengan kata lain, karena kita mengetahui apa yang benar
dan apa yang salah, kita juga tahu bagaimana menghindarinya. Kenyataan
ini dinyatakan dalam kalimat-kalimat berikut dalam Al-Qur`an.
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya,
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya." (asy-Syams [91]: 7-10)
Walau begitu, banyak manusia yang menekan dan tidak
menghiraukan suara nurani mereka, dan membiarkan dirinya dikuasai
oleh nafsunya. Terdapat perbedaan yang amat besar antara manusia
yang dikuasai oleh nafsunya dan manusia yang diperintah oleh hati
nuraninya. Seseorang yang mendengarkan suara hati nuraninya, ia
tidak bersikap berlebihan dan mengendalikan amarahnya ketika dihadapkan
pada keadaan sulit. Sebaliknya, mereka yang memperturutkan nafsunya,
ia terbawa oleh amarahnya dan bertindak dengan perasaan benci dan
dendam. Begitu pula, jika seseorang yang mengalami ketidakadilan
mendengar suara nuraninya, dia tahu bahwa dia harus menjawab ketidakadilan
dengan kejujuran dan keadilan, dan bukan dengan ketidakadilan yang
lebih besar lagi. Sebaliknya, orang yang hanya mengikuti hasrat
dirinya sendiri, ia akan menginginkan pembalasan terhadap orang
yang telah melakukan ketidakadilan terhadapnya. Manusia yang mendengar
nuraninya, ia penuh belas kasih, tenggang rasa, sabar, dan mau mengorbankan
dirinya. Orang yang memperturutkan nafsunya, ia kejam, bengis, tidak
sabar, dan mementingkan diri sendiri. Itulah sebabnya, mustahil
berbicara tentang perdamaian dalam masyarakat mana pun ketika jumlah
golongan yang hanya mendengarkan nafsunya merupakan jumlah yang
terbanyak. Padahal, Allah telah mengungkapkan bahwa tidak akan ada
ketenangan di dunia selama manusia masih hanya mementingkan hasrat
dirinya sendiri.
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka,
pasti binasalah langit dan bumi ini dan semua yang ada di dalamnya.
Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al-Qur`an)
mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu." (al-Mu`minuun
[23]: 71)
Itulah salah satu sebab mengapa Dajjal menjadikan agama
dan nilai rohaniah sebagai sasarannya. Akhlaq agama mengharuskan
manusia untuk memperhatikan suara nuraninya dan menghindarkan kejahatan
yang mungkin dipicu oleh hasrat mereka. Paham-paham Dajjal menghendaki
hal yang sebaliknya, sehingga paham tersebut merugikan unsur-unsur
yang mengikat dan menjamin kebersamaan masyarakat (yang terpenting
dari unsur-unsur tersebut adalah akhlaq agama dan nilai-nilai rohani
yang dimunculkannya), dan mendorong manusia ke arah perselisihan
dan pertentangan. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw. menggambarkan
seperti apa jadinya dunia dalam sebuah sistem Dajjal, ketika manusia
dikuasai hasratnya,
"Perselisihan di akhir zaman begitu
hebatnya, hingga tak seorang pun akan mampu untuk menahan dirinya
sendiri." (9)
Dalam menafsirkan hadits tersebut,
cendekiawan Islam telah menjelaskan bahwa Dajjal akan menyeru kepada
manusia untuk mengikuti nafsunya, yang ditampakkannya sebagai sesuatu
yang baik. Misalnya, Bediuzzaman Said Nursi, mengatakan: "Manusia,
...terkalahkan oleh jiwa naluriahnya, dan dengan kenikmatan yang
memabukkan, jatuh ke dalam api dan terbakar. (Perselisihan di akhir
zaman dan perselisihan Dajjal) akan menarik pencari nafsu dunia
ke sekeliling mereka seperti ngengat, memabukkan mereka."(10)
Dajjal Menebarkan Penyelewengan ke Seluruh Dunia
Sisi yang paling merugikan dari sistem Dajjal adalah
bahwa sistem tersebut dibangun atas penyebarluasan penyelewengan
dan merusak kedamaian serta ketertiban. Sifat terpenting Dajjal
adalah dorongannya pada teror dan kekacauan untuk menyebarkan penyelewengan.
Ini pastilah memiliki akibat yang amat luas, dan bisa termasuk menakut-nakuti
masyarakat dan membuat mereka tidak nyaman, serta menghancurkan
kedamaian dan keamanan. Perang tanpa alasan yang benar antarbangsa-bangsa,
pertentangan dalam negeri yang dipicu oleh alasan-alasan yang direkayasa,
serangan teroris yang ditujukan kepada penduduk sipil yang tak bersalah,
dan tindak kekerasan dalam kehidupan sehari-hari, semuanya bisa
dianggap sebagai bentuk-bentuk penyelewengan. Dalam hari-hari ini,
contoh-contoh peperangan dan pertentangan yang makin meningkat jumlahnya
menjadi penting dari sudut pandang mengungkap bentuk penyelewengan
Dajjal.
Penyelewengan ini telah digambarkan dalam Al-Qur`an
sebagai salah satu bahaya yang harus dihindari oleh manusia. Allah
telah melarang manusia melakukan penyelewengan dan telah berfirman
bahwa Dia tidak menyukai orang yang melakukannya. Ayat berikut ini
menyebutkan bagaimana orang-orang yang mengingkari Allah terus-menerus
mencoba menebar penyelewengan, pertentangan, kekacauan, dan perang.
"... Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian
di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api
peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di
muka bumi; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
(al-Maa`idah [5]: 64)
Seperti yang telah kita lihat, ayat ini menekankan
bagaimana orang-orang tersebut mencoba mengobarkan perang. Tindak
kejahatan brutal seperti perang, pertentangan, dan teror, merupakan
cara yang paling sering digunakan oleh Dajjal. Ayat lainnya membahas
akhlaq Dajjal dalam kalimat-kalimat berikut.
"(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah
sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan
Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan
di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi." (al-Baqarah
[2]: 27)
Akhlaq Al-Qur`an, di pihak lain, memberi manfaat pada
perdamaian dan keamanan. Tujuannya, sebagaimana difirmankan dalam
Al-Qur`an, adalah pembangunan sebuah lingkungan tempat manusia dari
segala kepercayaan dan bangsa agar dapat hidup bersama dalam keamanan.
Persoalan dunia hanya bisa dipecahkan dengan hidup dalam akhlaq
agama dan oleh manusia yang mendengar suara nurani mereka. Perintah
dalam Al-Qur`an berbunyi,
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,
sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan
rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik." (al-A'raaf [7]: 56)
Penyelewengan Mengarah pada Penyebarluasan Kekerasan
Dalam
hati orang-orang yang menyebabkan penyelewengan, tenggang rasa dan
kesabaran telah digantikan oleh perasaan benci dan dendam. Orang-orang
yang menimbulkan perselisihan, pertentangan, dan tindak terorisme
adalah orang-orang yang tidak mempunyai pemikiran tentang kendali
diri atau perlunya memerintah dengan adil, melainkan lebih menyukai
menyelesaikan perselisihan melalui kekerasan, bukan perundingan.
Begitu juga, pengikut agama Dajjal lebih cenderung pada pertentangan
dan bukan pada kompromi. Kecenderungan ini mendorong perasaan benci,
marah, dan permusuhan, dan mengarah pada budaya yang membuat manusia
bertentangan satu sama lain. Diungkapkan dalam hadits bahwa Dajjal
akan datang pada zaman ketika kebencian, kemarahan, dan kekerasan
menyebar luas, sebuah keadaan yang akan dimanfaatkannya. Beberapa
hadits itu adalah sebagai berikut.
"Dajjal akan muncul pada masa ketika
agama dilemahkan dan ilmu tidak memadai."(11)
"Itulah hari-hari ketika pikiran
dibingungkan. Ketika manusia saling membunuh. Sampai suatu tingkat
hingga manusia bisa membunuh tetangganya, sepupunya, kerabatnya.
Pembunuh tidak tahu mengapa dia membunuh, begitu juga korban tidak
tahu mengapa ia dibunuh." (12)
Sesungguhnya, sifat-sifat ini juga merupakan beberapa
ciri mendasar dari setan. Dia juga memberontak, menentang kompromi,
dan penuh dengan kebencian dan kemarahan, dan tujuannya adalah untuk
mendorong orang lain mengikuti langkahnya. Itulah sebabnya, setan
selalu mencoba untuk datang di antara manusia dan menyebabkan pergesekan
di antara mereka. Allah memperingatkan bahaya ini dalam Al-Qur`an,
"Dan kepada hamba-hamba-Ku, 'Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya, setan itu menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya, setan itu adalah musuh
yang nyata bagi manusia.'" (al-Israa` [17]: 53)
Orang-orang yang jatuh ke dalam pengaruh setan, akan
memberi tanggapan berlebihan pada kejadian yang sebenarnya bisa
diselesaikan dengan sedikit tenggang rasa. Mereka menanggapi dengan
kemarahan kepada setiap hal yang tidak mereka sukai atau kepada
yang tidak menyetujui pendapat mereka. Karena terbawa oleh kemarahannya,
mereka tidak bisa berpikir jernih dan tak mampu mempertimbangkan
permasalahan secara adil dan semestinya. Setan memanfaatkan mereka
yang pada mulanya tidak bisa berpikir jernih dan akhirnya mengubah
mereka sedemikian rupa hingga cenderung pada kejahatan. Dia mengajarkan
mereka dengan pemikiran bahwa mereka tidak akan mendapatkan kedamaian
selama mereka belum bisa memuaskan amarahnya.
Kisah dalam Al-Qur`an, yang berhubungan dengan kejadian
yang terjadi antara dua anak Adam a.s., merupakan contoh penting
tentang bagaimana seseorang yang bertindak di bawah pengaruh setan
bisa bersifat lepas kendali dan membabi buta,
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam
(Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan
korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil)
dan tidak diterima dari yang lain (Qabil), 'Aku pasti membunuhmu!'
Habil berkata, 'Sesungguhnya, Allah hanya menerima (korban) dari
orang-orang yang bertaqwa.' 'Sesungguhnya, kalau kamu menggerakkan
tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan mengerakkan
tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya, aku takut kepada Allah,
Tuhan Seru Sekalian Alam.' 'Sesungguhnya, aku ingin agar kamu kembali
dengan (membawa dosa membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan
menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah balasan bagi orang-orang
yang zalim.' Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang
di antara orang yang merugi." (al-Maa`idah [5]: 27-30)
Seperti yang bisa dilihat dari ayat-ayat tersebut,
orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan hasutan setan, bertindak
atas dasar amarah dan iri hati, bahkan membuatnya melakukan pembunuhan.
Sebaliknya saudaranya, yang menunjukkan akhlaq orang beriman, tidak
kehilangan keteguhannya walau menghadapi sikap membabi buta dan
tidak adil dari pihak lain, selain tetap bersikap dengan akhlaq
yang benar.
Dengan cara yang sama, saudara-saudara Nabi Yusuf a.s.
berencana membunuhnya karena iri hati dan amarah karena karunia
Allah yang telah diberikan kepadanya. Ketika Nabi Yusuf kembali
bertemu dengan saudara-saudaranya itu di lain kesempatan, ia bertenggang
rasa dan memaafkan mereka. Inilah prasyarat akhlaq yang mulia yang
telah diperintahkan oleh Allah untuk ditunjukkan oleh orang beriman.
Akhlaq seorang muslim yang benar adalah yang digambarkan dalam sebuah
ayat berikut ini.
"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan." (Ali Imran [3]: 134)
Dajjal Mendorong Manusia ke Arah Tindakan Melampaui
Batas
Cara
lain yang digunakan Dajjal demi tujuan kecurangan dan kebingungan
di dunia adalah mendorong manusia ke arah tindakan melampaui batas
(ekstremisme) atau mementingkan diri sendiri (fanatisme). Dengan
cara ini, manusia diarahkan untuk percaya bahwa mereka dibenarkan
bersikap fanatik demi kepercayaan dan pemikirannya. Mereka diombang-ambingkan
sehingga percaya pada pemikiran bahwa hasil yang mestinya bisa dicapai
melalui kompromi dan musyawarah hanya bisa dicapai melalui cara
kekerasan. Melalui keadaan pikiran seperti ini, sedikit rasa iri
atau kemarahan tak beralasan bisa menimbulkan kebiadaban brutal.
Karena tindak melampaui batas acapkali merupakan lawan dari sikap
tidak berlebihan, akal sehat, dan rasional. Orang semacam itu hanya
mengikuti perasaannya. Tanggapan dan cara mereka membawa diri dikuasai
oleh kekerasan dan amarah. Itulah yang mengarah pada bangkitnya
kelompok-kelompok dan pribadi-pribadi yang terlalu mudah berpaling
kepada segala bentuk kekerasan tanpa pernah bertanya mengapa atau
merasakan adanya getaran dalam nurani mereka.
Sebaliknya, Al-Qur`an memperingatkan manusia untuk
tidak berpaling pada ekstremisme dan bertindak melampaui batas.
Dalam sebuah ayat, Allah memperingatkan manusia untuk tidak mengikuti
mereka yang berpaling ke arah fanatisme dan membiarkan diri mereka
diperintah oleh perasaan nafsu, dan melawan perangkap yang telah
disiapkan untuk mereka oleh Dajjal.
"... Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya
telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu melewati batas." (al-Kahfi [18]: 28)
Ekstremisme memalingkan manusia menjauh dari Al-Qur`an.
Salah satu sifat penting dari orang-orang yang beriman adalah, terhadap
apa pun yang terjadi, mereka selalu berkeseimbangan dan tidak berlebihan,
dan tidak pernah meninggalkan kerendahan hati, pengendalian diri,
dan tenggang rasa. Tanggung jawab yang dirasakan oleh orang beriman
harus mereka penuhi, memerintahkan mereka untuk bersikap baik terhadap
sesama dan menghindari kejahatan. Inilah tanggung jawab yang harus
dipenuhi dengan menjelaskan akhlaq agama kepada masyarakat dan melancarkan
perang pemikiran melawan filsafat ateis. Dalam pemenuhan kewajiban
ini, orang-orang beriman mengetahui bahwa kewajiban mereka hanyalah
menyampaikan kebenaran dan menunjukkan kepada manusia jalan yang
benar. Dia tidak memaksa orang lain untuk percaya. Seperti yang
telah diperintahkan Allah dengan kalimat, "Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)," (al-Baqarah [2]: 256)
manusia harus disadarkan tanpa keterpaksaan. Allahlah yang membawa
manusia ke jalan yang benar, dengan kata lain, yang menganugerahkan
iman pada mereka. Orang beriman hanyalah berusaha sekuat-kuatnya
untuk menjadi alat demi mencapai hal itu.
"Bukanlah kewajibanmu, menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa
yang dikehendaki-Nya...." (al-Baqarah [2]: 272)
Ciri-Ciri Umum Orang-Orang yang Telah Disesatkan oleh
Dajjal: Bertindak dengan Jalan Pikiran Setan
"Dia (Dajjal) akan memiliki dua sungai
yang mengalir: satu tampak seperti air yang murni, dan yang lain
tampak seperti api yang menyala. Siapa saja yang hidup dan melihatnya,
haruslah memilih sungai yang tampak seperti api,... karena sesungguhnya
itu adalah air yang sejuk."(13)
"Dajjal... akan membawa bersamanya
apa yang terlihat seperti surga dan neraka, dan apa yang disebutnya
sebagai surga sebenarnya adalah neraka."(14)
Hadits di atas merupakan dua catatan yang mengungkapkan
bahwa Dajjal akan menampilkan kebaikan sebagai keburukan dan keburukan
sebagai kebaikan. Dengan cara yang sama pula, Dajjal mendorong manusia
ke arah kekacauan dan teror, setan menyatakan bahwa manusia hanya
bisa selamat jika memilihnya, dan dia adalah jalan yang benar. Sambil
mendorong manusia kepada ateisme dan akhlaq yang mengingkari Allah,
dia juga mengatakan kebohongan yang menyatakan bahwa dia hanyalah
menginginkan kebaikan,
"Katakanlah, 'Apakah kita akan menyeru selain dari
Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada kita
dan tidak (pula) mendatangkan mudharat kepada kita dan (apakah)
kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk
kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan
yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan
yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah
ikuti kami.'' Katakanlah, 'Sesungguhnya, petunjuk Allah itulah (yang
sebenarnya) petunjuk; dan kami disuruh agar menyerahkan diri kepada
Tuhan semesta alam." (al-An'aam [6]: 71)
Demikianlah. Cara-cara yang ditempuh oleh orang yang
mengikuti pernyataan setan bahwa mereka pun hanya menginginkan kebaikan,
juga telah diungkap dalam Al-Qur`an,
"Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang
munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka
sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah, 'Demi
Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang
baik dan perdamaian yang sempurna.'" (an-Nisaa` [4]: 62)
Salah satu contoh yang paling jelas tentang cara Dajjal
dalam membuat orang mengira bahwa apa yang jahat sebenarnya adalah
baik ialah dengan mulai menunjukkan kekerasan, perkelahian, dan
pertentangan sebagai hal yang lumrah; atau seperti yang telah kita
lihat sebelumnya, orang yang telah meyakinkan dirinya dan orang
lain bahwa cara paling ampuh untuk memperoleh apa yang diinginkan
adalah dengan menggunakan kekerasan. Mereka membunuh orang tak bersalah,
berkhayal bahwa mereka sedang melaksanakan perjuangan kebenaran,
ketika mereka menyakiti orang-orang yang tidak pernah melakukan
kejahatan sama sekali. Ketika anggota organisasi teroris, atau orang-orang
yang bertanggung jawab atas perang dan pertentangan di berbagai
belahan dunia, diwawancarai, semuanya menyatakan bahwa adalah suatu
kebenaran memilih cara kekerasan. Padahal, mereka sepenuhnya keliru
dan hanya menganggap dirinya sendiri yang benar. Tidak ada perjuangan
dengan penggunaan kekerasan terhadap orang tak bersalah dan tak
bisa membela diri yang dapat dibenarkan.
Pada akar kesalahan ini terletak kenyataan bahwa orang-orang
tersebut telah mengikuti jalan setan dan Dajjal, yang merupakan
perpanjangan tangan setan. Dengan kata lain, mereka bertindak menurut
jalan pikiran setan. Padahal Allah, Sang Pencipta, telah memerintahkan
manusia untuk tidak pernah mengikuti langkah setan. Perintah itu
dinyatakan dalam ayat-ayat Al-Qur`an,
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu."
(al-Baqarah [2]: 168)
"Sesungguhnya, setan itu adalah musuh bagimu, maka
anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya
mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala." (Faathir [35]: 6)
Orang yang bertindak sesuai jalan pikiran setan, walaupun
sudah diperintahkan sebaliknya oleh Allah, menutup rapat hati dan
pikirannya. Kepicikan itu merupakan ciri umum dari mereka yang mengingkari
Allah dan menolak untuk hidup dengan akhlaq agama. Allah telah menutup
hati orang-orang seperti itu.
"Sesungguhnya, orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak
juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran
mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang
amat berat." (al-Baqarah [2]: 6-7)
"Dan sesungguhnya telah Kami buat dalam Al-Qur`an ini
segala macam perumpamaan untuk manusia. Dan sesungguhnya jika kamu
membawa kepada mereka suatu ayat, pastilah orang yang kafir itu
akan berkata, 'Kamu tidak lain hanyalah orang-orang yang membuat
kepalsuan belaka.' Demikianlah Allah mengunci-mati hati orang-orang
yang tidak (mau) memahami." (ar-Ruum [30]: 58-59)
Seperti difirmankan dalam ayat Al-Qur`an lainnya,
"... Mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai."
(al-A'raaf [7]: 179) Tingkat kemerosotan kesadaran mereka
menunjukkan bahwa orang-orang yang mengikuti sistem Dajjal itu kejam,
karena sepenuhnya mengabaikan nurani mereka, sehingga kehilangan
kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah. Orang seperti
itu tidak menganggap penting kerugian yang mungkin disebabkan oleh
tanggapannya terhadap suatu keadaan, dan tidak punya keraguan untuk
bertindak lalim. Dia telah benar-benar terbawa dalam kebohongan
Dajjal, dan mulai mengira bahwa hitam adalah putih dan putih adalah
hitam. Keadaan orang yang demikian itu digambarkan dalam ayat Al-Qur`an
berikut ini.
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah
pekak, bisu, dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki
Allah (kesesatannya) niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah (untuk diberi petunjuk-Nya), niscaya Dia menjadikannya
berada di atas jalan yang lurus." (al-An'aam [6]: 39)
Allah juga telah mengungkapkan bahwa orang-orang yang
kejam ini, yang bekerja sama dengan setan, dan mencoba mengekalkan
jalan pikiran setan di dunia, akan mendapat balasan setimpal di
hari kemudian,
"Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka
dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan
itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka. Mereka
itu tempatnya Jahannam dan mereka tidak memperoleh tempat lari darinya."
(an-Nisaa` [4]: 120-121)
Makar Dajjal Berada dalam Kendali Allah swt.
Dalam hadits, Nabi Muhammad saw. telah memperingatkan
tipuan dan makar yang direncanakan oleh Dajjal sehingga kita bisa
menghindarinya. Sesungguhnya, penyelewengan yang ditebarkan oleh
Dajjal telah diatur sampai tingkat kejahatan yang sedemikan rupa
hingga kebanyakan orang, kecuali mereka yang beriman dengan ikhlas,
akan dengan mudah jatuh ke dalam pengaruhnya. Kita cukup merenungkan
menurunnya akhlaq dan merebaknya kekacauan di dunia saat ini, untuk
mengetahui besarnya penyelewengan itu. Sebagian besar kita telah
melihat kemerosotan dan kekacauan ini, tanpa melihat negara, bangsa,
atau ras asalnya.
Masih ada hal lain yang amat penting untuk dicamkan.
Telah difirmankan dalam berbagai ayat dalam Al-Qur`an bahwa Yang
menentukan semua makar yang disusun oleh orang-orang kafir, adalah
Allah. Untuk menguji manusia, untuk mengetahui dan mendidik orang-orang
yang benar, juga untuk menunjukkan kekafiran orang kafir, dan untuk
banyak alasan lainnya, Allah telah membiarkan perbuatan setan di
dunia ini, demikian juga Dajjal, sebagai bagian dari rencana-Nya.
Karenanya, makar yang direncanakan oleh mereka yang mengingkari
Allah, tidak akan pernah, dengan kehendak-Nya, mencapai tujuan-tujuannya.
Hal ini dikuatkan dalam sebuah ayat,
"Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar,
padahal di sisi Allahlah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya
makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap
karenanya." (Ibrahim [14]: 46)
Sepanjang sejarah, orang-orang yang telah mengingkari
Allah dan berusaha mendorong orang lain untuk melakukan hal yang
sama, telah merencanakan segala jenis makar untuk menjerat orang
lain. Akan tetapi, sesuai dengan perintah Allah, semua usaha seperti
itu akhirnya menemui kegagalan dan hanya akan berbalik melawan mereka
sendiri. Inilah hukum kekal dari Allah, seperti yang telah diungkapkan
Allah dalam ayat,
"... Tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan,
maka kedatangannya tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya
mereka dari (kebenaran), karena kesombongan (mereka) di muka bumi
dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak
akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah
yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah
yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali
kamu tidak akan menemui perubahan bagi sunnah Allah, dan sekali-kali
tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu." (Faathir
[35]: 42-43)
Nasib yang sama sudah menunggu makar yang direncanakan
oleh Dajjal dan sistem ideologinya. Seluruh sistem itu sendiri merupakan
cara penipuan yang secara khusus dirancang untuk menjauhkan manusia
dari Allah. Tak peduli betapa rumitnya makar itu dan betapa luas
dan efektifnya rencana tersebut, seluruhnya ada di bawah kendali
Allah. Dajjal dan makarnya ada hanya karena kehendak Allah. Seperti
yang dinyatakan dalam ayat yang lain, "Dan
kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki
Allah," (al-Insaan [76]: 30) tak satu pun yang mempunyai
kekuatan untuk menginginkan apa pun, juga untuk merencanakan makar
maupun untuk menjalankannya, kecuali jika Allah menghendaki demikian.
Dan sesungguhnya orang-orang kafir sebelum mereka (kafir
Mekah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya
itu adalah dalam kekuasaan Allah. Dia mengetahui apa yang
diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan
mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik) itu.
(Al-Qur`an, 13:42)
|
|